JAKARTA — Tingginya mobilitas masyarakat di masa pandemi COVID-19 berisiko tinggi terhadap penularan. Hal tersebut perlu diantisipasi menjelang libur panjang akhir tahun yang sudah dekat.
Masa libur panjang kerap dimanfaatkan masyarakat untuk bepergian baik untuk silaturahmi maupun tujuan berwisata. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jika tidak mendesak.
“Saya menghimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak, diharapkan tidak melakukannya,” kata Wiku, Selasa (15/12/2020).
Baca Juga :
Masyarakat juga diharapkan perlu mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan, seperti kondisi dengan risiko terendah yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti. Begitupun ketika melakukan perjalanan singkat dengan kendaraan pribadi dengan keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan.
Kondisi lebih berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan permberhentian selama perjalanan. Melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, juga akan beresiko terpapar Covid-19.
Kondisi lebih tinggi berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta atau bus jarak jauh. Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhu 3M.
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu. Selain itu melakukan interaksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M.
Untuk itu terkait mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan terkait pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya. Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap adanya masa liburan panjang.
“Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari, bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada 2 hingga 4 minggu setelahnya,” jelas Wiku. (*)
Komentar