JAKARTA — Berbagai Negara di dunia saat ini tengah dalam penelitian untuk menemukan vaksin COVID-19, termasuk Indonesia. Uji klinik vaksin Sinovac, telah masuk tahap III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh relawan.
Penelitian tersebut dikawal langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan keamanan, dan kemanjurannya sebelum digunakan masyarakat. Pelaksanaan uji klinik ini harus memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai pedoman cara uji klinik yang baik.
Sejauh ini hasil uji klinik fase III dinyatakan aman dan tidak ditemukan reaksi berlebihan. Kendati demikian masih beredar mitos mengenai vaksin di masyarakat yang perlu diklarifikasi oleh para ahli. Klarifikasi dari para ahli tersebut penting guna memberikan pemahaman dan fakta yang benar serta menyeluruh bagi masyarakat.
Baca Juga :
Sebagian besar masyarakat sudah mempercayai dan mengakui kegunaan vaksin bagi pencegahan infeksi penyakit menular. Namun tentu masih ada sebagian masyarakat yang meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin, termasuk meragukan keamanan vaksin COVID-19 yang masih dalam proses pengujian.
Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita , Sp.A (K), M.Sc, Guru Besar Fakultas Keokteran Universitas Indonesia, mengatakan, mitos seputar vaksin cukup banyak. Untuk itu asyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar.
“Hal yang tidak masuk akal, harus kita tinggalkan. Terutama harus hati-hati untuk membagikannya dengan orang lain,” ujar
Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita pada acara Dialog Produktif bertema Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (16/11/2020).
Menurut dia, vaksin ini sendiri merupakan cara mencegah infeksi penyakit tertentu dengan efisien dan efektif. Vaksin terbukti mampu mencegah banyak penyakit seperti, BCG, Polio, Hepatitis B, Campak, Rubela, Hib, PCV, Influenza, Dengue, HPV.
“Yang perlu diketahui pula, apabila kita melakukan imunisasi pada banyak orang maka akan timbul yang disebut dengan imunitas populasi atau dikenal dengan herd immunity. Ini akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin seperti, bayi atau orang dengan penyakit gangguan imun,” ujar Prof. Cissy Kartasasmita.
Penolakan yang luas terhadap vaksin COVID-19 justru menghambat terciptanya kekebalan kelompok yang diinginkan. Minimal cakupan imunisasi COVID-19 mencapai 70% dari jumlah populasi. (*)
Komentar