LINTASTERKINI.COM – Sebanyak 30 wanita dan anak-anak Rohingnya dilaporkan menjadi korban kekejaman terbaru tentara Myanmar di negara bagian Rakhine, pekan lalu. Sangat biadab, korban dikurung dan dibakar hidup-hidup di Kampung Yay Kahe Chaung Khwa Sone di utara Maungdaw.
Media Malaysia, Utusan, mengutip situs RB News, melansir berdasarkan keterangan warga setempat, korban yang dikurung coba melarikan diri namun gagal. Organisasi Nasional Arakan Rohingya mengatakan, kekejaman terbaru itu hanya sebagian dari penderitaan yang ditanggung oleh etnis minoritas itu sejak militer Myanmar mengadakan operasi Oktober lalu.
Organisasi Nasional Arakan Rohingya mengutuk sekeras-kerasnya upaya yang disebutnya pembersihan etnis Rohingya. Disebutkan militer Myanmar menggunakan helikopter, meriam dan tank menggempur kampung-kampung etnis Rohingya.
Baca Juga :
“Warga yang coba melarikan diri akan dihalang dan ditembak di sawah-sawah padi dan anak sungai. Kampung yang menjadi sasaran tentara adalah Myaw Taung, Dargyizar, Yekhechaung Kwasone, Pwinpyu Chaung, Thu Oo La, Longdun, Kyin Chaung dan Wabaek di utara Maungdaw.
Organisasi Nasional Arakan Rohingya memperkirakan sejak ketegangan meletus di Rakhine 9 Oktober lalu, korban Rohingya mencapai 350 orang dan 300 yang lain cedera. Banyak gadis dan wanita diperkosa, sementara lelaki ditahan tanpa bukti yang kuat.
Sebanyak 3.500 buah rumah dibakar atau dimusnahkan, yang mengakibatkan hampir 30.000 penduduk kehilangan tempat tinggal. Pihak Bangladesh memperkirakan sebanyak 500 penduduk Rohingya dari Rakhine telah menyeberang ke negara tersebut sejak bulan lalu.
Mereka kini ditempatkan di empat kamp sempadan (perbatasan) Bangladesh-Myanmar. Namun pengawal perbatasan Bangladesh, terpaksa menolak kedatangan pelarian Rohingya ke negara itu.
“Sebanyak 86 penduduk Rohingya coba memasuki Bangladesh di Teknaf awal pagi semalam dengan menaiki bot. Mereka terpaksa diusir,” kata pegawai pemerintah tentera di Cox’s Bazar di timur Bangladesh, Leftenan Kolonel Anwarul Azim.
Reuters melaporkan kelompok pelarian itu tidak mungkin kembali ke kampung mereka yang masih dipenuhi tentara Myanmar. (*)
Komentar