JAKARTA — Di tengah gelombang besar pembaruan hukum pidana nasional yang memasuki tahap paling krusial, Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja penting bersama Kementerian Hukum untuk memastikan seluruh perangkat hukum siap menyambut berlakunya KUHP baru pada 2 Januari 2026.
Transisi ini membutuhkan harmonisasi menyeluruh, setiap aturan pidana di luar KUHP harus disesuaikan, setiap norma dijahit kembali agar selaras, dan seluruh ketentuan disatukan dalam satu sistem pemidanaan yang konsisten. Dalam konteks itulah Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana hadir sebagai instrumen fundamental yang akan memastikan Indonesia tidak memiliki dua wajah dalam penegakan hukum pidana.
Rapat kerja yang digelar Senin (24/11/2025) di ruang Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro dan dihadiri Wakil Menteri Hukum Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).
Baca Juga :
- Ketua Komisi III Habiburokhman Luruskan Isu, Tegaskan Empat Hoaks KUHAP Baru Tidak Berdasar dan Seluruh Prosedur Tetap Berbasis Izin Pengadilan
- Frederik Kalalembang di RDP Komisi III: Yang Perlu Direformasi di Polri Adalah Komunikasi
- Hari Ini, DPR RI Jadwalkan Pengesahan RKUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil Ajukan Penolakan ke MKD
Dalam forum ini, pemerintah secara resmi menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Penyesuaian Pidana sebagai pondasi awal pembahasan yang akan menjadi penentu keberhasilan penyesuaian ratusan ketentuan pidana yang tersebar di berbagai undang-undang.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang menyerahkan pandangan mini fraksi terkait RUU Penyesuaian Pidana, ke
Dalam pemaparannya, Eddy Hiariej menjelaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana terdiri atas tiga bab yang berfokus pada harmonisasi ancaman pidana dan pidana tambahan agar sejalan dengan filosofi, struktur, serta sistem sanksi dalam KUHP baru. Ia menegaskan bahwa penyesuaian ini tidak boleh dipandang sebagai pekerjaan administratif semata, melainkan sebagai upaya strategis untuk menciptakan standar pemidanaan nasional yang proporsional, konsisten, dan bebas disparitas.
Pembahasan kemudian mengalir pada penyampaian rencana kerja, penyerahan DIM, pembentukan Panitia Kerja (Panja), serta pandangan umum dari setiap fraksi. Seluruh fraksi di Komisi III menyampaikan pandangan mini dan memberikan persetujuan untuk melanjutkan pembahasan RUU ini ke tahap berikutnya.
Salah satu pandangan yang mendapat perhatian datang dari Fraksi Partai Demokrat, yang dibacakan oleh Irjen Pol (P) Drs. Frederik Kalalembang. Pandangan fraksi tersebut ditandatangani oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat Dr. H. Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com., M.Sc., serta Sekretaris Fraksi Marwan Cik Asan. Fraksi Demokrat menilai bahwa RUU Penyesuaian Pidana memiliki urgensi strategis untuk memastikan seluruh komponen sistem pemidanaan nasional bergerak dalam satu arah pasca-berlakunya KUHP yang baru.
Dalam penyampaiannya, Frederik menegaskan bahwa penyesuaian pidana tidak boleh sekadar menjadi pembaruan normatif, tetapi harus menjadi refleksi dari paradigma pemidanaan baru yang lebih berkeadilan, humanis, dan proporsional serta mampu menjawab dinamika masyarakat modern.
“Karena itu, Demokrat mendorong agar pembahasan dilakukan secara cermat, mendalam, dan tidak tergesa-gesa agar regulasi yang lahir benar-benar menjadi landasan kuat bagi masa depan penegakan hukum pidana di Indonesia,” ujarnya.

Rapat kerja anggota Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dihadiri Wakil Menteri Hukum Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, membahas RUU Penyesuaian Pidana
Fraksi Partai Demokrat juga menekankan pentingnya memastikan RUU ini mengakomodasi nilai-nilai restorative justice, rehabilitative justice, dan preventive justice, sehingga tidak hanya terfokus pada hukuman represif, tetapi juga membuka ruang pemulihan sosial, pemulihan kerugian korban atau negara, serta perlindungan masyarakat dari potensi pengulangan tindak pidana.
“Bagi Demokrat, sistem pemidanaan yang modern harus mampu mengatasi ketimpangan, menghindari disparitas, dan selaras dengan perkembangan ilmu hukum, teknologi, serta kebutuhan penegakan hukum masa kini,” kata Frederik anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Sulsel III.
Rapat kerja ditutup dengan komitmen kuat dari Komisi III DPR RI untuk segera memasuki pembahasan tingkat Panja. Dengan diserahkannya DIM oleh pemerintah, proses harmonisasi regulasi pidana memasuki tahap penting menjelang implementasi KUHP baru. RUU Penyesuaian Pidana diharapkan tidak hanya menyempurnakan kerangka hukum, tetapi juga memastikan bahwa reformasi hukum pidana berjalan tidak sekadar di atas teks, melainkan benar-benar menghadirkan keadilan substantif, kepastian hukum, dan keselarasan dalam praktik penegakan hukum nasional. (*)


Komentar