MAKASSAR – Peluang atau kans seorang akademisi untuk bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) cukup terbuka. Selain memiliki kompetensi dalam ilmu pemerintahan, akademisi yang juga bergelut dalam dunia politik tak sedikit yang memiliki popularitas yang cukup baik di masyarakat.
Hal ini disampaikan pakar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Dr Firdaus Muhammad kepada wartawan di Makassar, Senin, (26/09/2016). Menurutnya, sudah banyak figur berlatarbelakang akademisi bertarung di pilkada. Bahkan mereka sukses menjalankan roda pemerintahan.
“Sebelumnya ada Prof Mansur Ramli, ia pernah pernah maju di Pilgub Sulsel dan saat ini mencuat nama Prof Nurdin Abdullah. Sedang di Pilwalkot Makassar ada Dr Hasbi Ali, saat ini ada beberapa nama baru seperti Andi Mustaman yang mencuat di media,” jelasnya.
Baca Juga :
Namuan, kata Firdaus, beberapa akademisi yang pernah menjadi kepala daerah juga sukses menjalankan roda pemerintahan seperti Moh Roem juga sukses memimpin Sinjai selama dua periode. Tak hanya itu, mantan Walikota Makassar periode 1999-2004 (HB Amiruddin Maula) yang memiliki latar belakang akademisi dengan gelar doktor Ilmu Hukum.
“Selain kedua tokoh ini, kepala daerah yang berlatarbelakang akademisi atau tokoh pendidikan yang sukses yakni Prof Tandi Roma Andi Lolo. Ia adalah mantan Bupati Tana Toraja periode jabatan 1989-1995. Tokoh yang satu ini dijuluki sosok yang serba bisa karena kiprahnya bukan hanya di dunia akademisi tapi juga di bidang pemerintahan,” paparnya.
Tandi Roma Andi Lolo, jelas Firdaus, adalah alumni University of Queensland , Australia. Prestasinya sebagai dosen Teladan Nasional dan juga sebagai duta Indonesia di Festival Bunga Internasional di Amerika Serikat tahun 1991 yang membuat Indonesia mendapat piala Isabella Coleman Trophy karena dinilai kendaraan hias yang ditampilkan paling harmonis dan serasi penataannya.
Untuk itu, kata Firdaus, akademisi memiliki kekuatan integritas yang dapat menumbuhkan kepercayaan publik, sehingga dianggap dapat memenuhi keinginan mereka.
“Akademisi memiliki integritas yang melahirkan trust publik atau pemilih yang dapat menenuhi ekspektasi mereka,” imbuhnya.
Firdaus menambahkan, beberapa contoh figur Akademisi yang cukup sukses dalam perpolitikan, sebut saja Prof Nurdin Abdullah yang merupakan Akademisi jadi bupati Bantaeng dan Anies Baswedan dipilgub DKI Jakarta juga representasi akademisi yang dilamar partai. Namun disisi lain, menurut Firdaus, akademisi yang ingin bertarung harus memiliki persiapan yang matang, karena saat ini akademisi masih sulit beradaptasi dengan skenario dan manuver elite politik di partai-partai.
Ia juga menyarankan kepada akademisi yang terikat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk berpikir sebelum mengambil keputusan untuk maju.
“Akademisi harus berpikir dua kali untuk maju pilkada karena harus mundur dari PNS saat mendaftar di KPU,” kata Dosen Komunikasi Politik UIN tersebut.
Sebelumnya, penggiat politik dan ekonomi Sulsel, Ir Abdul Haris SE MSi juga menyampaikan hal yang sama. Kata dia, potensi akademisi yang ingin maju di pilkada sangat besar. Mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi yang tak dimiliki banyak kader parpol saat ini.
“Jujur saja, banyak kepala daerah di Indonesia ini, termasuk di Sulsel tak memiliki kemampuan mengelola pemerintahan. Mereka hanya mengandalkan staf khusus atau staf ahli. Tapi, kepala daerah ini memiliki modal finansial yang cukup besar,” paparnya. (*)
Komentar