JAKARTA– Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla (JK) membantah pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kementerian Agama (Kemenag) hadiah untuk Nahdlatul Ulama (NU).
“Itu bukan hadiah. Itu adalah keharusan karena kita negeri ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hingga tentu semua agama sangat penting untuk dilindungi,” kata JK dalam keterangannya, dikutip dari Tempo.co, Rabu (27/10/2021).
Menurut mantan Wakil Presiden ini, Kemenag hadir bukan hanya untuk NU, tapi semua agama dan organisasi keagamaan yang dinaungi pemerintah.
Baca Juga :
- Ingatkan Ancaman Bencana Kemanusiaan Akibat Perubahan iklim, Jusuf Kalla: Tanam Minimal Satu Juta Pohon Satu Tahun
- Sarankan Televisi Tetap Tayangkan Adzan Bersamaan dengan Perayaan Misa, Jusuf Kalla: Itulah Toleransi yang Paling Indah
- Merdeka Belajar Dikritik, Jusuf Kalla: Pendidikan Indonesia Butuh Pembenahan Serius
Pernyataan kontroversial Yaqut berawal adanya perdebatan kecil di kementerian ketika mendiskusikan soal Kementerian Agama. Yaqut memiliki keinginan untuk mengubah logo atau tagline Kementerian Agama ‘Ikhlas Beramal’.
Sebab ia menilai, tidak ada yang ditulis melainkan dalam hati. “Ikhlas kok ditulis, ya ini menunjukkan nggak ikhlas,” kata Gus Yaqut.
Perdebatan berlanjut menyoal sejarah asal usul Kementerian Agama. Yaqut menyebut tentang ustaz yang ketika itu tidak setuju jika Kementerian Agama harus menaungi semua agama.
“Ada yang tidak setuju, ‘Kementerian ini harus Kementerian Agama Islam’ karena Kementerian agama itu adalah hadiah negara untuk umat Islam. Saya bantah, bukan, ‘Kementerian Agama itu hadiah negara untuk NU’, ‘bukan untuk umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU’. Nah, jadi wajar kalau sekarang NU itu memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kementerian Agama karena hadiahnya untuk NU,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yaqut menjelaskan terkait sejarah berdirinya Kementerian Agama karena pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Menurut dia, tokoh-tokoh NU ketika itu berperan penting sebagai juru damai usai tujuh kata yakni ‘Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya’ dihapus dalam Piagam Jakarta.(*)
Komentar