JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritik rendahnya vonis dalam kasus korupsi sebagai bukti kurangnya sensitivitas hakim terhadap keadilan publik. Ia menyoroti kasus Harvey Moeis terkait korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung, dengan kerugian lingkungan mencapai Rp270 triliun, yang hanya divonis 6,5 tahun penjara.
“Vonis ini sangat ringan. Sebagai perbandingan, kasus korupsi Budi Said dengan kerugian Rp35 miliar saja divonis 15 tahun. Ini jauh dari rasa keadilan,” ujar Boyamin, Jumat (27/12/2024).
Boyamin menyalahkan rendahnya tuntutan jaksa sebagai penyebab utama. Ia menilai, jika jaksa menuntut hukuman maksimal, seperti seumur hidup untuk kasus besar, maka hakim akan cenderung mengikuti. Namun, pada kasus Harvey Moeis, jaksa hanya menuntut 12 tahun, sehingga vonis yang dijatuhkan jauh lebih rendah.
Ia mendesak pemerintah untuk meningkatkan integritas jaksa karena tuntutan mereka menjadi dasar utama dalam putusan hakim. Boyamin juga menyoroti aturan Mahkamah Agung (MA) yang memungkinkan hukuman seumur hidup untuk kasus dengan kerugian di atas Rp100 miliar, namun jarang diterapkan.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai pemerintah perlu merumuskan ulang definisi kerugian ekonomi negara dalam tindak pidana korupsi. “Perlu ada revisi UU Tipikor agar aturan lebih relevan dengan kondisi saat ini dan memberikan efek jera,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Mulawarman, Orin Gusta, menyoroti celah dalam hukuman uang pengganti yang bisa dikompensasi dengan kurungan subsider. Ia juga menyinggung potensi intervensi politik dalam kasus-kasus yang melibatkan elite atau pihak berpengaruh.
“Vonis sering kali rendah karena banyak celah hukum yang dimanfaatkan, ditambah pengaruh politik dalam proses hukum,” tegas Orin.
Rendahnya vonis kasus korupsi besar mencerminkan lemahnya penegakan hukum dan kurangnya efek jera. Dibutuhkan pembenahan integritas jaksa, revisi UU Tipikor, dan penerapan vonis yang lebih tegas untuk mewujudkan keadilan. (*)
Komentar