LUWU – Konflik lahan antara warga dan PT Masmindo di Luwu semakin memanas. Warga yang telah lama mengelola dan menanami lahan tersebut merasa hak mereka dirampas secara sepihak oleh perusahaan.
Klaim PT Masmindo bahwa lahan tersebut berada dalam wilayah konsesinya dinilai tidak sah karena seharusnya hanya pengadilan yang berhak memutuskan melalui proses perdata, bukan dengan eksekusi sepihak.
Direktur LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa, menyatakan bahwa tindakan PT Masmindo adalah perampasan lahan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan hak asasi manusia. “Ini jelas tindakan pidana. Mereka merusak dan menebang tanaman milik warga. Perampasan ini tidak manusiawi dan ilegal,” ujar Abdul Azis.
Baca Juga :
Tak hanya itu, Abdul Azis mendesak pemerintah segera mencabut izin konsesi PT Masmindo demi mencegah korban lebih lanjut. “Pemerintah harus melindungi rakyat, bukan perusahaan. Izinnya harus dicabut sebelum ada korban berikutnya,” tegasnya.
Tuntutan juga disampaikan kepada Kapolri untuk mengusut dan menindak tegas aparat yang terlibat dalam insiden ini. Dumpa menuding bahwa ada dugaan kuat aparat kepolisian membekingi PT Masmindo, sementara Pemda Luwu disebutnya terkesan melakukan pembiaran.
“Kami mendesak Komnas HAM segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh terkait keterlibatan aparat keamanan yang membackup perusahaan,” tambah Dumpa.
Aksi Protes Warga Dibalas Tindakan Represif Aparat
Aksi protes digelar warga di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, sekitar 1 kilometer dari basecamp PT Masmindo, Kamis (26/9/2024) sekitar pukul 11.00 Wita. Massa aksi terdiri dari warga dan Aliansi Perjuangan Masyarakat Tana Luwu menuding PT Masmindo melakukan penyerobotan lahan.
Namun, protes warga terhadap perusakan tanaman oleh PT Masmindo dibalas dengan tindakan represif oleh aparat keamanan. Aksi yang berlangsung di lahan konflik tersebut diwarnai dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh polisi dan Brimob, membuat suasana semakin tegang.
Menurut informasi dari warga, aksi tersebut dihadapi oleh sekitar 10 personel TNI, 5 polisi, dan ratusan anggota Brimob yang berhadapan dengan sekitar 200 warga dan 100 mahasiswa. Penembakan gas air mata terjadi sekitar pukul 13.00 WITA, dengan setidaknya 20 kali tembakan yang membuat massa aksi terjebak.
Banyak warga, termasuk perempuan dan mahasiswa, mengalami sesak napas dan jatuh tersungkur akibat gas air mata. Tindakan represif ini menambah panjang daftar brutalitas aparat dalam menangani konflik agraria di Indonesia.
Kasus Luwu kini menjadi perhatian publik, dan desakan agar pemerintah pusat segera bertindak semakin kuat. Warga dan aktivis hak asasi manusia berharap penegakan hukum yang adil serta penghentian tindak kekerasan oleh aparat segera dilakukan.
Terpisah, Kapolres Luwu, AKBP Arisandi yang dikonfirmasi via WA tidak memberikan jawaban. (*)
Komentar