MAROS – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima informasi bahwa puluhan anak di seberang sungai Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi selatan harus berjuang menyeberang sungai dengan arus yang cukup deras untuk berangkat dan pulang sekolah setiap harinya. Jika musim hujan, air sungai naik dan arusnya juga semakin deras, sehingga membahayakan jiwa anak-anak yang menyeberang untuk bersekolah.
Atas dasar informasi tersebut, maka KPAI berkoordinasi dengan Elvi Hendrani, Asisten Deputi Bidang Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(KPPA) untuk sama-sama meninjau lokasi tersebut. KPPPA menurunkan tim sebanyak 5 orang, termasuk 2 fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) di Maros dan Makassar.
Peninjauan lapangan dilakukan selama dua hari yakni Jumat-Sabtu, tanggal 28-29 April 2018. Peninjauan ke lokasi adalah untuk memastikan jumlah anak sekolah yang setiap harinya, minimal 2 kali harus menyeberang sungai.
“Kami juga ingin mendengarkan suara anak-anak, termasuk kondisi sungai yang diseberangi setiap hari dan memastikan rencana pembuatan jembatan dengan menggunakan dana desa, termasuk perkiraan waktu selesainya proses pembangunan jembatan tersebut,” papar Elvi Hendrani.
Dikemukakannya, hasil pengawasan yang dilakukan, terdapat anak yang setiap hari menyeberang sungai untuk bersekolah mencapai lebih dari 30 anak, terdiri dari siswa SD dan SMP. Anak-anak tersebut harus menyeberangi sungai untuk bersekolah di SD terdekat adalah SDN 30 Inpres Gantarang, Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu yang berjarak sekitar 3 kilometer dari pinggir sungai.
Gedung SD negeri ini juga cukup memprihatinkan, ada 2 ruang kelas yang rusak, namun tak kunjung mendapat bantuan perbaikan. Padahal sudah cukup lama rusaknya.
Temuan lainnya, anak-anak yang diwawancarai saat pengawasan menyampaikan rasa takutnya setiap kali akan menyeberang sungai. Apalagi jika air sedang tinggi dan arus cukup deras, mereka harus naik ban yang dia tasnya diberi papan dan duduk di atas papan itu. Kemudian ban akan ditarik oleh anak lain di seberang sungai.
“Ada orangtua siswa yang mengaku pernah terjatuh saat menyeberang dengan menggunakan pinggir bendungan dan terbawa aus, padahal sungainya penuh dengan batu-batu. Karena, anak-anak yang masih SD rata-rata diantar ibunya saat ke sekolah, sebab sang ibu khawatir keselamatan anak-anaknya saat menyeberang sungai tersebut,” ungkapnya.
Tim juga mendapatkan informasi bahwa banyak siswa tertinggal mengikuti pelajaran saat musim hujan tiba di daerah tersebut. Akibatnya banyak anak yang mengalami kesulitan mengejar ketertinggalan pembelajaran di kelasnya. Hal ini tentu sangat merugikan anak-anak tersebut.
“Menurut pihak Pemerintah kabupaten, pihak desa tidak pernah melaporkan permasalahan pembangunan jembatan yang belum rampung tersebut, yang sudah dibangun sejak tahun 2015 lalu. Sehingga pemda juga tidak mengetahui bahwa ada anak-anak sekolah yang harus bertaruh keselamatan saat berangkat ke sekolah setiap harinya,” ujarnya.
[NEXT]
KPAI mengapresiasi KPPPA yang sudah cepat tanggap dalam menangani permasalahan ini dan berupaya memastikan perlindungan dan keselamatan anak-anak di Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi selatan, bahkan mengajak KPAI meninjau langsung ke lokasi.
Sebagai lembaga pengawas perlindungan anak, KPAI mendorong pihak KPPPA untuk terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten, terutama Dinas PPA Kabupaten Maros dalam upaya mengawal pembangunan jembatan penyeberangan di desa tersebut sampai selesai demi keselamatan dan upaya pemenuhan hak-hak anak di Desa Bonto Matinggi.
KPAI juga mengapresiasi kepedulian dan inisiasi masyarakat dalam penggalangan dana pembangunan jembatan melalui kitabisa.com yang sudah mencapai Rp 188.633.247 atau 94 persen dari total target Rp200 juta. Jumlah total donasi, sebanyak 655 orang tersebar dari seluruh Indonesia.
Sayangnya, dana ini ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Maros untuk membangun jembatan yang dimaksud dengan alasan sudah dianggarkan dalam dana desa sebesar Rp350 juta pada APBD perubahan tahun 2018. Kalau sudah dianggarkan APBD atau dana desa memang tidak bisa menerima dana masyarakat.
Namun, mengingat proses pembahasan perubahan yang masih memakan waktu dan pembangunan jembatan yang juga butuh waktu yang tidak singkat, padahal anak-anak setiap hari masih harus menyeberang sungai saat menuju dan pulang sekolah, maka sambil menunggu jembatan jadi beberapa bulan lagi, KPAI mendorong Pemda Maros menyetujui pembangunan jembatan sementara. Jembatan sementara bisa menggunakan bambu yang banyak terdapat di Desa Bonto Matinggi.
Pembiayaan bisa diambil dari sebagian hasil sumbangan masyarakat yang sudah terkumpul. Karena bagaimanapun juga keselamatan anak-anak dan kepentingan terbaik bagi anak harus dikedepankan dalam permasalahan ini. Untuk itu, KPAI akan segera bersurat kepada Bupati Maros menyampaikan rekomendasi dari hasil pengawasan yang dilakukan. (*/B)
Komentar