MAKASSAR – Pembangunan masjid di Kawasan Pucak, Kabupaten Maros, sempat menjadi sorotan beberapa bulan terakhir akibat kasus dugaan suap proyek infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel.
Pembangunan masjid yang diinisiasi Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel saat itu memang menjadi tumbal atas penyelidikan kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Buntutnya, lokasi pembangunan masjid itupun disita KPK.
Alhasil, penyitaan oleh lembaga anti rasuah ini, sempat mengundang reaksi masyarakat sekitar. Mereka kecewa. Harapan untuk segera menikmati masjid yang megah di kampung itu, bakal tertunda akibat terbelit persoalan hukum yang ikut menyeret NA sebagai inisiator pembangunan masjid tersebut.
Baca Juga :
Nah, terkait kejelasan persoalan diatas, setidaknya ada enam saksi yang dihadirkan di Pengadilan Tipikor Makassar untuk memberi keterangan. Mereka diantaranya bersaksi, bahwasanya NA yang disebut-sebut menerima suap dari kontraktor untuk kepentingan pribadi pembangunan masjid tersebut, tidak terbukti sama sekali.
“Penyampaian beliau (NA), kalau masjid itu dibangun untuk masyarakat, bukan untuk pribadi NA,” tegas Hasmin Badoa, warga Pucak saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang pekan ketiga belas, Kamis 30 September 2021.
Selain Hasmin, ada empat saksi lainnya dari tujuh rencana saksi yang dihadirkan, yakni Muhammad Nusran, Noko Dg Rala, Nasruddin Baso dan Said Dg Mangung. Sementara dua saksi lainnya, masing-masing Abdul Samad dan Mega Putra Pratama berhalangan hadir.
Dilanjut Hasmin, bahwasanya selama proses pembangunan masjid, dia berperan mengawasi jalannya pekerjaan. Menurut dia, lokasi pembangunan masjid terbilang sangat strategis. “Selain berada di pinggir jalan, juga sangat dekat dengan pemukiman warga. Dan itu sangat diinginkan masyarakat, karena masjid sebelumnya sangat jauh,” ucapnya.
Hasmin juga mengungkapkan, kalau lokasi pembangunan masjid itu berdiri di atas tanah milik NA yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan ibadah masyarakat setempat. “Tanah itu milik Abdul Samad yang dibeli NA dengan harga Rp17 ribu permeternya. Tepatnya, akhir Mei 2020. Saya yang jemput dananya di Makassar dan langsung serahkan ke pemilik tanah. Uang itu milik pribadi NA,” terangnya.
Adapun biaya pembangunan masjid dimaksud, menurutnya, selain berasal dari sumbangan donator, juga berasal dari bantuan dana CSR Bank Sulselbar. “Dan itu ada panitianya, Pak” ucap Hasmin.
Saat ini, masjid di Kawasan Pucak, Kabupaten Maros itu, diungkap saksi lainnya, Noko Dg Rala, sudah digunakan masyarakat umum. Selain masyarakat sekitar, juga digunakan orang lain yang kebetulan melintas.
Sementara selama proses jual beli tanah, Nasruddin Baso mengungkapkan tidak pernah mendapat tekanan ataupun janji saat jual beli dari pihak manapun, termasuk dari NA. “Hal itu tidak ada sama sekali,” katanya kepada Penasihat Hukum NA yang mengikuti sidang virtual di Jakarta.
Dengan adanya pembangunan masjid yang diinisiasi NA itu, kawasan yang dulunya hutan dengan akses jalan yang buruk, kini sudah sangat bagus. “Wilayah itu memang masuk kawasan pengembangan. Awalnya tidak seperti itu, Pak. Jadi, bohong masyarakat kalau tidak menikmatinya,” lontar Muhammad Nusran. (#)
Komentar