JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, penangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar merupakan operasi tangkap tangan (OTT).
Dikutip dari liputan6.com, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, berdasarkan hukum acara yang berlaku pada pasal 1 angka 19 KUHP, ada 4 kondisi bisa disebut sebagai operasi tangkap tangan. Salah satunya dilakukan beberapa saat setelah tindak pidana terjadi.
“Itulah yang kami lakukan pada pagi (Rabu, 25 Januari 2017) tersebut,” ujar Febri di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 30 Januari 2017.
Baca Juga :
Pagi itu, KPK mengetahui akan ada pertemuan dan transaksi antara Patrialis Akbar (PAK) dan Kamaludin (KM) di sebuah lapangan golf di kawasan Rawamangun, Jakarta timur. Kamaludin akhirnya ditangkap oleh penyidik sekitar pukul 10.00 WIB.
“Kami menemukan, pada saat itu draft putusan MK No 129, yang dinilai ditransaksikan dalam perkara ini. Tim juga sudah memastikan draft yaang sudah berpindah tangan tersebut sama dengan draft asli yang ada di MK, yang belum dibacakan,” sambung Febri.
Setelah itu, penyidik KPK bergegas menuju Sunter, lokasi Kamaludin berada dengan para hakim MK. Malam harinya, KPK menemukan Patrialis Akbar di Grand Indonesia.
“Jadi itu perlu dipahami sebagai sebuah rangkaian dari sebuah OTT yang dilakukan di tiga lokasi,” kata Febri.
Setelah penangkapan, penyidik KPK juga langsung memeriksa dan menggeledah empat lokasi di Jakarta. Penggeledahan tersebut dikakukan pada Kamis 26 Januari 2017, dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.
Penggeledahan dilakukan KPK di kediaman Basuki Hariman (BHR) di Pondok Indah. Kediaman Patrialis Akbar di Cipinang. Ruang kerja Patrialis di MK dan kantor Basuki Hariman, Sumber Laut Perkasa di Sunter.
“Dari penggeledahan ditemukan dan disita sejumlah dokumen transaksi keuangan dan bukti lainnya. Termasuk bukti elektronik dan menemukan 28 cap atau stempel yang bertuliskan nama kementerian atau direktorat jenderal di Indonesia dan organisasi internasional dari beberapa negara yang terkait dengan importasi daging di dunia,” Febri melanjutkan.
Di antaranya, Kementan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Perdagangan RI. Beberapa label halal yang tertulis dari negara pengekspor daging, seperti Austalian Halal Food services, Islamic Coordinating Council of Victoria, Queensland, Kanada dan China.
“KPK akan mempelajari keberadaan yang seolah-olah cap atau stempel yang berasal dari negara-negara dan organisasi yang bergerak di sertifikasi halal dan importasi daging berhubungan dengan importasi daging,” jelas Febri. (*)
Komentar