LINTASTERKINI.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Sosial (Mensos) dan Sekjen Partai Golkar asal Sulsel, Idrus Marham. Penahanan Idrus setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
“Ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di K4 (di belakang gedung Merah Putih KPK),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat, (30/8/2018).
Sebelumnya, KPK memeriksa Idrus dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut. Seusai menjalani pemeriksaan sekitar empat jam, Idrus menyatakan akan menghormati proses penyidikan terhadap dirinya di KPK.
Baca Juga :
“Jadi gini seperti yang sudah saya jelaskan tadi dan sebelumnya bahwa saya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK dan saya dari awal menyatakan siap mengikuti seluruh proses-proses dan tahapan-tahapan yang ada,” kata Idrus yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu.
Menurut Idrus, dirinya mengetahui setelah menjadi saksi,maka akan ditingkatkan menjadi tersangka. Jika sudah ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, pasti akan ada penahanan.
“Saya sudah katakan semua, saya ikuti tahapan-tahapan ini dan saya hormati semua langkah-langkah yang diambil,” ucap Idrus.
Dirilis antaranews.com, Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS. Bagian itu yang dijanjikan Johannes bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan.
Politisi senior ini bersama-sama dengan Eni yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johanes, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I. Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johannes.
Penerimaan uang itu terjadi yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar. Sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.
Idrus disangkakan pasal 12 ayat (1) huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)
Komentar