MAKASSAR – Diskriminasi masih terjadi di mana-mana, di setiap jengkal tanah negeri khatulistiwa. Penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata, dikira tak mampu apa-apa. Ada yang meremehkan dan menghina. Banyak yang menaruh kasihan dan iba.
Mereka juga mampu hidup mandiri, berkarya, dan menorehkan prestasi. Namun kesempatan, dukungan, dan fasilitas belum sepenuhnya diberikan. Mereka juga ingin menjalani kehidupan yang normal layaknya yang lain.
Mereka butuh dipahami, bukan dikasihani. Butuh difasilitasi, bukan didiskriminasi. Butuh dipercaya bahwa mereka bisa, bukan dimanjakan atas nama rasa iba.
Baca Juga :
Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Bhakti Bumi Persada yang membina Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Wira Bhakti Makassar, Andi Mustaman dalam rangka memperingati Hari Penyandang Cacat atau Disabilitas Sedunia yang diperingati Sabtu, (3/12/2016).
“Sebagai manusia, kita tentulah memiliki hati dan membuka mata kepada para penyandang cacat. Sebab, bagaimanapun juga, mereka memiliki keinginan untuk bisa setara seperti manusia normal lainnya dan tidak dibedakan. Stop Diskriminasi,” ujar AMAN, sapaan akrab Andi Mustaman.
Kata dia, kaum difabel jangan dipandang sebagai isu mainstream. Selama ini kaum penyandang cacat sering diapresiasi sebagai charity atau amal, bukan sebagai kewajiban.
“Harus ada pengakuan dan perlindungan hak difabel, pemerintahan yang berjalan sesuai konstitusi, dan membangun persepsi tentang keberadaan difabel sebagai aset negara, bukan beban negara,” jelas Pembina Special Olympic Indonesia (SOINA) Sulsel ini.
Menurut AMAN, perhatian pemerintah masih kurang terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Banyak anak cacat yang ternyata mampu membuat kerajinan-kerajinan tangan yang seharusnya dapat dipasarkan.
“Semua stakeholder harus mengembangkan wawasan pada seluruh masyarakat terkait persoalan-persoalan para penyandang cacat dan memberikan dukungan untuk meningkatkan martabat, hak, dan kesejahteraan para mereka,” harap mantan legislator DPRD Sulsel ini. (*)
Komentar