JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara terkait kabar dirinya pernah memaklumi korupsi. Terutama bila demi kemajuan.
Dengan tegas Mahfud membantah kabar tersebut. Dia menyebut ada upaya oknum di media sosial (medsos) memelintir perkataannya saat membuka sebuah acara akhir pekan lalu.
Klarifikasi itu diberikan oleh Mahfud, karena mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Muhammad A S Hikam sempat jadi korban kabar bohong tersebut.
Baca Juga :
“Pak Hikam percaya saya bilang begitu? Pak Hikam percaya bahwa saya bilang korupsi bisa dimaklumi demi kemajuan? Pak Hikam percaya bahwa saya bilang untuk mencapai kemajuan ekonomi pemerintah boleh membiarkan korupsi? Itu semua permainan medsos (media sosial) yang omong kosong, Pak. Tak ada itu,” kata Mahfud ke A S Hikam, di Jakarta, Selasa (4/5/2021).
“Saya berbicara itu didengar oleh Saiful Mujani, Faisal Basri, dan Halim Alamsyah sebagai narasumber webinar Demokrasi dan Ekonomi. Juga didengar oleh ratusan peserta webinar. Saya yang membuka webinaritu. Terlalu amat bodohlah kalau saya bilang begitu,” ucap Mahfud menegaskan.
Dia pun lanjut menerangkan kembali dua pernyataan yang ia sampaikan ke peserta webinar.
“Di negara kita ini, korupsi sudah meluas ke berbagai lini. Ada yang bilang itu karena demokrasi kita kebablasan. Korupsi dibangun melalui jalan demokrasi alias menggunakan mekanisme demokrasi. Mari kita sehatkan demokrasi agar bisa mempercepat kemajuan ekonomi,” tutur Mahfud.
“Jangan seperti sekarang, demokrasinya membuat korupsi terjadi di berbagai lini. Korupsi sekarang dapat dikatakan dibangun melalui proses dan cara yang demokratis. Itu rasanya membuat kita sesak dan hampir putus asa,” kata dia menambahkan.
Sementara itu, pernyataan kedua Mahfud masih terkait isu yang sama, yaitu korupsi dan demokrasi.
“Kita tidak perlu terlalu kecewa. Jangan putus asa, kita harus terus berjuang, melawan korupsi dan menyehatkan demokrasi. Alasannya, karena negara kita merdeka, maka negara kita mengalami kemajuan dalam jumlah turunnya angka kemiskinan secara konsisten dari waktu ke waktu,” ujar Mahfud.
Dalam keterangan itu, ia menjelaskan tren penurunan angka kemiskinan dari era pemerintahan presiden pertama Soekarno sampai Presiden Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo. Informasi itu juga ia sampaikan ke peserta webinar.
“Karena kita punya negara merdeka, maka kita bisa menurunkan jumlah orang miskin dari waktu ke waktu, meskipun banyak korupsinya; apalagi kalau tidak ada korupsi (angka kemiskinan dapat diturunkan lebih banyak, red),” ujarnya menegaskan.
Dalam kesempatan itu, Mahfud menerangkan bahwa ia membahas dua isu berbeda yang masing-masing tidak punya hubungan kausalitas/sebab-akibat.
“Pertama, demokrasi kita dianggap sudah kebablasan sehingga melahirkan banyak korupsi. Ini harus diperbaiki sebagai bagian dari upaya melawan korupsi,” ucap Mahfud.
“Kedua, karena negara kita merdeka, maka angka kemiskinan turun secara konsisten dari waktu ke waktu. Meski banyak korupsi, berkah kemerdekaan itu telah menurunkan angka kemiskinan dari waktu ke waktu, apalagi jika tidak ada korupsi,” tutur Mahfud.
“Banyaknya korupsi itu fakta, turunnya angka kemiskinan itu fakta lain yang tak ada hubungan kausalitas-nya,” ujar dia menambahkan.(*)
Komentar