MAKASSAR – JPU KPK mencecar sejumlah pertanyaan kepada Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA). Diantaranya, terkait dana yang digunakan untuk membeli tanah seluas 17 Hektare di kawasan Pucak Maros.
Nurdin Abdullah dengan tegas menjawab satu persatu pertanyaan dari JPU KPK. Bahkan ia merincikan dana pribadi yang digunakan untuk membeli lahan di Pucak Maros.
“Soal tanah yang Anda beli, dari mana uang itu Anda peroleh?,” tanya JPU KPK kepada NA.
Baca Juga :
“Disamping uang operasional (sebagai Guburnur Sulsel), saya juga punya uang tabungan. Sebelum jadi bupati saya ada usaha dengan Jepang. Istri saya juga suka jual beli emas, anak-anak saya juga banyak usahanya macam-macam. Jadi saya punya tabungan,” jawab NA.
Seperti yang diketahui, jauh sebelum menjabat sebagai Bupati Bantaeng, NA memang dikenal sebagai Direktur PT Maruki Internasional.
Oleh karena itu, Hakim Ketua, Ibrahim Palino pun bertanya “Apakah perusahaan ini memberikan banyak penghasilan bagi Anda?” tanya Hakim kepada NA.
“Iya pak,” jawab NA.
NA mangaku, lahan yang digunakan oleh PT Maruki Internasional adalah tanah miliknya. Sehingga ia banyak mendapatkan penghasilan.
“Sebelum jadi bupati, gaji saya itu 50.000 USD pak,” bebernya NA.
Ibrahim Palino juga mempertanyakan secara detail penghasilan Gubernur Sulsel non aktif itu sebelum terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di 27 Febuari 2021 lalu.
“Sebelum kasus ini (OTT KPK) berapa gaji pokoknya Gubernur ?,” tanya Hakim Ketua kepada terdakwa NA.
“Izin yang mulia untuk gaji pokok Rp 8 juta perbulan. Uang perjalanan Rp 90 juta perbulan. Uang operasional Rp 340 juta perbulan dan ada juga uang honorium sebagai pembicara rata-rata perbulannya sekitar Rp 150 juta yang mulia,” ungkap NA.
“Dari uang operasional, gaji, honorium itu ada sisa setiap bulannya?” tanya hakim.
“Iya yang mulai ada. Jadi uang itulah saya kumpulkan, juga ada uang gaji istri saya kita kumpulkan untuk membeli tanah (Tanah di Pucak Maros),” jawabannya.
Dalam kesempatan tersebut, Nurdin Abdullah juga menjelaskan terkait rekening Sulsel Peduli Bencana yang isinya sebagian digunakan untuk membangun masjid di Kawasan Pucak Maros demi memenuhi kebutuhan tempat ibadah masyarakat sekitar.
“Rekening Sulsel Peduli Bencana adalah resmi milik provinsi karena permohonannya dilakukan oleh provinsi dan hingga kini masih eksis,” jelasnya.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini memutuskan untuk menyumbangkan uang Rp300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana kepada pengurus masjid di kawasan Pucak.
“Saya pikir itu kan untuk kepentingan umum jadi yah sama kayak masjid di Palu kan juga untuk kepentingan umum,” tegasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, seorang Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Dr Mudzakkir, SH MH menilai, jika dana digunakan untuk kepentingan umum maka itu sah-sah saja.
“Ketika dapat dana dari kontraktor, harus tau dulu kontraktor maunya apa, kalau memperoleh keuntungan untuk sosial itu boleh,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Dipertegas oleh, Penasehat Hukum NA, Arman Hanis menyampaikan, sejauh ini dakwaan untuk NA belum memenuhi unsur OTT maupun gratifikasi.
“Sudah dijelaskan apabilan tidak diterima langsung dan si penerima tidak mengetahui, maka yang bertanggung jawab adalah orang itu. Dan diterima untuk masjid maka sama saja itu disumbangkan,” kata Arman Hanis beberapa waktu lalu.(*)
Komentar