LINTASTERKINI.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali memeriksa Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), pekan depan. Penyidik akan menggali keterangan Novanto terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) pada 2011-2012.
“Kami rencanakan (memanggil) Ketua DPR Setya Novanto dan diagendakan minggu depan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (6/1/2017).
Febri belum dapat memastikan waktu pasti pemeriksaan tersebut. Namun yang pasti, pemeriksaan ini akan dilakukan lantaran penyidik mendapatkan informasi penting terkait kasus ini sehingga perlu diklarifikasi kepada saksi.
Baca Juga :
“Kami mendapatkan infomasi-informasi baru yang sangat positif untuk penyidikan dan perlu dikonfirmasi lebih lanjut untuk saksi-saksi yang diperiksa beberapa kali,” jelas dia.
Novanto sebelumnya diperiksa sebagai saksi dalam kasus megaproyek itu, pada 13 Desember 2016. Namanya sempat disebut-sebut terlibat dalam kasus ini oleh Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
Nazaruddin menuturkan, Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum merupakan orang yang mengatur jalannya proyek KTP elektronik. Novanto, kata Nazar, kecipratan fee 10 persen dari Paulus Tannos, pemilik PT Sandipala Arthaputra.
PT Sandipala Arthaputra merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Konsorsium ini memenangi tender proyek KTP elektronik. Dalam berbagai kesempatan, Novanto pun membantah isu itu.
KPK mengungkapkan penyidikan dugaan korupsi dalam proyek pengadaan KTP elektornik pada 22 April 2014. KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka.
Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp6 triliun itu. Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan.
Proyek, sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), merugikan negara Rp2 triliun. Dalam perkembangnya, mantan Dirjen Dikcapil Irman juga ditetapkan jadi tersangka.
Irman dan Sugiharto pun harus mempertangung jawabkan perbuatannya. Keduanya dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP.
(Sumber : metrotvnews.com)
Komentar