MAKASSAR – Seiring dengan perkembangan teknologi, sifat dan karakteristik perang telah bergeser. Dimana saat ini kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara semakin kecil.
Perang masa kini yang terjadi dan perlu diwaspadai oleh Indonesia, salah satunya adalah proxy war, yang tidak melalui kekuatan militer. Tetapi perang melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Proxy war itu, tidak melalui perang militer, tetapi berbagai aspek kehidupan, baik melalui politik, ekonomi, sosial budaya, termasuk hukum,” jelas Pangdam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Agus Surya Bakti saat memberikan kata sambutan disela acara gaplek bersama bertempat di Lapangan Golf Kodam XIV Hasanuddin, Jumat, (7/4/2017).
Baca Juga :
Agus menjelaskan, proxy war merupakan sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari konfrontasi dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.
“Dalam proxy war, tidak bisa terlihat siapa lawan dan siapa kawan. Dilakukan non state actor, tetapi dikendalikan pasti oleh sebuah negara,” imbuh Agus.
Indikasi proxy war di Indonesia, antara lain adalah gerakan separatis dan gerakan radikal kanan/kiri, demonstrasi massa anarkis, sistem regulasi dan perdagangan yang merugikan, peredaran narkoba, pemberitaan media yang provokatif, tawuran pelajar, bentrok antar kelompok, serta penyebaran pornografi, seks bebas, dan gerakan LGBT.
Menurut Agus, ada banyak negara yang ingin menguasai sumber daya alam Indonesia melalui proxy war. Hal tersebut terjadi karena kesuburan tanah Indonesia, posisi geografis yang sangat strategis, serta memiliki kekayan alam hayati dan non hayati yang luar biasa.
“Kita harus bijak dan bersatu karena ancaman kedepan semakin kompleks dan nyata. Kita perlu antisipasi sejak dini,” ujar Agus. (*)
Komentar