PONTIANAK — Dalam sistem peradilan pidana, tidak ada institusi yang bisa bekerja sendiri. Polisi, jaksa, dan hakim memikul tanggung jawab yang sama besar dalam memastikan keadilan berjalan, sehingga sinergi dan komunikasi terbuka antar-lembaga menjadi syarat mutlak. Hal itu akan berjalan apalagi sistem komunikasi dan sinergitas berjalan dengan baik.
Prinsip inilah yang kembali ditegaskan Anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Drs Frederik Kalalembang saat menghadiri kunjungan kerja reses Komisi III DPR RI di Graha Khatulistiwa, Mapolda Kalimantan Barat, Rabu (10/12/2025). Sejumlah anggota Komisi III juga hadir dalam kunjungan yang penuh suasana kekeluargaan itu.
Frederik mengingatkan bahwa penguatan Criminal Justice System (CJS) harus dimulai dari pola komunikasi yang sehat dan rutin antara Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri.
Baca Juga :
- Frederik Kalalembang Sampaikan Ucapan Natal dan Tahun Baru, Komitmen Kawal dan Bantu Masyarakat dalam Penegakan Hukum
- Hadir di Wilayah Terpencil, Anggota Komisi III DPR RI Frederik Kalalembang Pastikan PLTM Salu Noling Bawa Manfaat Nyata bagi Masyarakat Luwu
- Kunjungan Spesifik Anggota DPR RI Frederik Kalalembang ke Kejari Palopo Tekankan Pentingnya Pendampingan dan Pengawasan Pembangunan Daerah
“Masyarakat hanya butuh satu hal yakni kepastian hukum. Mereka ingin tahu sejauh mana laporan mereka diproses, apa perkembangan perkara, dan bagaimana negara hadir melindungi mereka,” ujarnya. Karena itu, setiap laporan yang diterima, yang dimulai dari Pamapta, harus diberikan perkembangan melalui SP2HP yang informatif, transparan, dan tepat waktu.

Suasana keakraban saat foto bersama anggota Komisi III DPR RI bersama Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto disela Kunjungan Kerja Reses di Mapolda Kalbar
Frederik kemudian menambahkan bahwa agar komunikasi dalam CJS berjalan efektif, ketiga institusi penegak hukum harus membangun standar kerja bersama yang jelas dan konsisten. Ia menegaskan bahwa kewajiban memberi informasi perkembangan perkara sebenarnya telah diamanatkan dalam Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang mengatur kewajiban penyidik memberikan SP2HP secara berkala kepada pelapor.
Ia juga menyampaikan bahwa Pasal 4 UU Kejaksaan dan Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa Kejaksaan dan Pengadilan wajib menyelenggarakan peradilan secara jujur, transparan, dan menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi. “Kalau semua pihak patuh pada aturan main dan membuka jalur komunikasi, maka tidak ada lagi ruang abu-abu. Tidak ada lagi tumpang tindih, dan tidak ada lagi masyarakat yang merasa dipinggirkan,” tegasnya.

Sejumlah Anggota Komisi III DPR RI berfoto bersama dengan jajaran Polda Kalbar, Kejaksaan Kalbar dan BNNP Kalbar di sela kunjungan kerja reses Komisi III DPR RI di Mapolda Kalbar
Ia menekankan bahwa transparansi bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi wujud penghormatan institusi penegak hukum terhadap kepercayaan publik. Frederik menilai bahwa selama alur komunikasi dalam CJS berjalan selaras, maka proses penegakan hukum sejak penyelidikan hingga eksekusi akan bergerak seirama dengan prinsip keadilan dan kemanfaatan.
“Ketika ruang komunikasinya dibuka, maka potensi kesalahpahaman antarlembaga dapat ditekan, dan publik pun merasa dilibatkan,” tambahnya. Frederik juga mendorong adanya forum koordinasi berkala antara penyidik Polri, penuntut umum, dan hakim pengawas untuk menyelaraskan pemahaman mengenai perkara-perkara strategis, sehingga tidak ada lagi perbedaan tafsir yang merugikan masyarakat.
Unsur Penegak Hukum Hadir di Kunjungan Komisi III
Kegiatan kunjungan kerja Reses Komisi III DPR RI di Kalbar ini turut dihadiri Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto, Wakapolda Kalbar Brigjen Pol Roma Hutajulu serta sejumlah pejabat utama Polda Kalbar, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar DR. Emilwan Ridwan dan jajaran serta Kepala BNN Kalbar Brigjen Pol Totok Lisdiarto dan jajaran. Kehadiran unsur penegak hukum secara lengkap mempertegas komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi lintas sektor di wilayah Kalimantan Barat.
Sementara itu, Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto memaparkan kondisi keamanan wilayah, terutama posisi Kalbar sebagai provinsi perbatasan dengan Malaysia sepanjang 966 kilometer. Menurutnya, terdapat puluhan jalur tidak resmi yang berpotensi dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal seperti peredaran narkotika, pertambangan tanpa izin, hingga perdagangan pekerja migran. “Kompleksitas ini membuat kami membutuhkan dukungan personel, sarana prasarana, dan kebijakan yang memadai,” ujarnya. (*)


Komentar