DEWASA ini perhatian dunia terhadap pembangunan yang berbasis gender semakin besar. Ketidak adilan gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial di mana salah satu jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) menjadi korban.
Salah satu cara untuk merekonstruksi nasib rakyat menjadi masyarakat sejahtera standar dunia yaitu dengan cara perencanaan dan penganggaran responsive gender. Diyakini dengan cara ini, terukur dan terbaca peran kedua jenis kelamin –laki-laki dan perempuan- melalui gender analisis pathway (GAP) berupa akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat.
Dalam GAP ini, tergambar jelas gender dibedakan sebagai perbedaan fungsi dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi oleh masyarakat. Perbedaan tersebut pada praktiknya sering menimbulkan ketidakadilan, terutama terhadap kaum perempuan karena keputusan PBB mensyaratkan kriteria untuk pemenuhan hak dasar, pendidikan, kesehatan, dan identitas hukum (akte kelahiran) yang tidak berbatas pada jenis kelamin, tapi terpilah sebagai penerima manfaat — baca indikantor IMP. IPG, dan IDG dan grafik capaian.
Baca Juga :
Optimalisasi pembangunan dengan menjadikan pengarusutamaan gender sebagai suatu strategis, terbukti mampu mempercepat proses karena aktor-aktor dalam pembangunan bekerja tepat sasaran dan tepat guna. Sebutlah soal akte kelahiran, karena dengan pencatatan yang benar berimplikasi pada perencanaan pembangunan, mulai dari ketersediaan sandang pangan, hingga ke soal lingkungan.
Indikator IPM, IPG dan IDG.
IPM:
1. Angka Harapan Hidup
2. Angka Melek Huruf
3. Rata-rata Lama Sekolah
4. Sumbangan Pedapatan
IPG:
1. Angka Harapan Hidup antara laki-laki dan perempuan
2. Angka Melek Huruf antara Laki-Laki dan Perempuan
3. Rata-rata Lama Sekolah antara laki-laki dan perempuan
4. Sumbangan Pedapatan antara laki-laki dan perempuan
IDG:
1. Keterwakilan Perempuan di Parlemen
2. Tenaga Manager, Profesional,
3. Administrasi dan Teknisi
4. Sumbangan Perempuan Dalam Pendapatan Kerja
Grafik Perbadingan IPM, IPG dan IDG Kota Makassar
Sumber : Buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender (Kementrian PPPA –BPS)
Jika mengamati garafik yang ada di atas dapat dilihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Makassar 80,17 berada di atas rata-rata nasional (73,81) dan di atas rata-rata provinsi Sulawesi Selatan (73,29) serta berada di peringkat ketiga secara nasional setelah D.I Yogyakarta dengan IPM (80,51) dan IPM Jakarta Selatan (80,47).
Sementara Pencapaian IPG kota Makassar sebesar 74,54 berada di atas rata rata IPG nasional (69,57) dan rata-rata IPG Provinsi Sulawesi Selatan (64,57).
Di Sulawesi Selatan IPG kota Makassar menduduki peringkat pertama. Kedua indikator pembangunan ini berkontribusi kepada kota Makassar berada pada kuadran I, dimana IPM dan IPG diatas rata-rata nasional.
Membangun kesetaraan gender dan keadilan gender tidak mudah dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Terdapat beberapa kendala yang bersumber dari legitimasi konstruksi budaya dan cenderung patriarki.
Kesetaraan dan keadilan gender pada praktiknya merujuk pada pemenuhan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan yang dijamin oleh perundang-undang yang dihasilkan negara maupun lingkungan bermasyarakat.
Namun hal ini belum dapat berjalan secara maksimal karena terkait beberapa kendala, agama maupun kebijakan politik. Walaupun demikian pencapaian IPG di kota Makassar menunjukkan kesuksesan. IPG yang ditargetkan pada tahun 2015 sebasar 73,85 terlampaui dengan pencapaian sebesar 74,59. (*)
Tenri A Palallo
(Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Makassar)
Komentar