JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menduga terjadi tindak pidana korupsi di lingkup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Terkait dengan pengelolaan dana investasi.
Bahkan status kasus dugaan korupsi ini, sudah dinaikkan ke tahap penyidikan sejak Januari 2021 lalu. Ditandai dengan terbitnya surat perintah penyidikan nomor Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Hal itu diungkap Kapuspenkum Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, beberapa waktu lalu. Yang kata dia, penyidik menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam urusan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
Baca Juga :
- Optimalkan Program CSR: Kalla Toyota Bekerjasama dengan Ombudsman RI Serahkan Kajian untuk Pekerja Informal di Makassar
- Disnaker Makassar Tingkatkan Subsidi Jamsostek 35 Ribu Pekerja Informal, BPJS Ketenagakerjaan Beri Penghargaan
- Pemkot Makassar Gandeng BPJS Ketenagakerjaan, Cover 35 Ribu Pekerja Rentan
“Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mulai melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait sebagai saksi dalam dugaan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan,” kata Leonard dikutip dari tribunnews, Jumat (12/02/2021).
Untuk mendalami kasus dugaan korupsi itu, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Bahkan, kantor BPJS Ketenagakerjaan pun digeledah pada 18 Januari lalu. Turut disita sejumlah dokumen.
Kendati begitu, Kejagung belum menatapkan tersangka pada kasus dugaan ini. Meski diduga telah merugikan negara hingga mencapai Rp20 triliun.
Seperti yang dikatakan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Febrie Adriansyah. Angka fantastis itu dibukukan hanya dalam tiga tahun belakangan ini.
“Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi,” kata Febrie.
Meski demikian, Kejagung RI masih menunggu hasil pemeriksaan laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan kerugian negara tersebut.
“BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis,” tutup Febrie. (*)
Komentar