JAKARTA — Penerapan praktik 3T (Tracing, Testing, Treatment) sama pentingnya dengan penerapan perilaku 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Kedua hal tersebut adalah upaya untuk memutus mata rantai penularan COVID-19.
Hanya saja, penerapan praktik 3T masih perlu ditingkatkan pemahamannya di masyarakat, mengingat masyarakat lebih mengenal 3M yang kampanyenya dilakukan terlebih dahulu dan gencar. Penasihat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarinvest), Monica Nirmala mengatakan, 3M banyak membicarakan tentang peran seseorang sebagai individu.
Sementara 3T berbicara tentang bagaimana kita memberikan notifikasi atau pemberitahuan pada orang di sekitar untuk waspada. Jadi memang ada satu proses yang tidak hanya melibatkan individu tapi juga orang yang lebih banyak.
Baca Juga :
Dikatakan Monica, 3T terdiri dari tiga kata yakni pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment). Pemeriksaan dini menjadi penting agar bisa mendapatkan perawatan dengan cepat.
Tak hanya itu, dengan mengetahui lebih cepat, bisa menghindari potensi penularan ke orang lain. Lalu, pelacakan dilakukan pada kontak-kontak terdekat pasien positif COVID-19.
Setelah diidentifikasi oleh petugas kesehatan, kontak erat pasien harus melakukan isolasi atau mendapatkan perawatan lebih lanjut. Seandainya ketika dilacak si kontak erat menunjukkan gejala, maka perlu dilakukan tes, kembali ke praktik pertama (testing).
Kemudian, perawatan akan dilakukan apabila seseorang positif COVID-19. Jika ditemukan tidak ada gejala, maka orang tersebut harus melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah ditunjuk pemerintah.
“Sebaliknya, jika orang tersebut menunjukkan gejala, maka para petugas kesehatan akan memberikan perawatan di rumah sakit yang sudah ditunjuk pemerintah,“ kata Monica Nirmala dalam Dialog Produktif bertema Optimisme Masyarakat terhadap 3T (Tracing, Testing, Treatment) yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (12/11/2020).
Hingga saat ini, Monica mencatat ada tiga indikator yang menjadi standarisasi pemeriksaan COVID-19 yakni, jumlah spesimen, kecepatan hasil pemeriksaan, dan rasio positif. Di Indonesia angka testing rata-rata mencapai 24.000-34.000 orang per hari.
Dari segi kapasitas laboratorium yang dimiliki Indonesia sangat memadai untuk melakukan pemeriksaan sesuai standar WHO. Kapasitas tes di laboratorium hampir 80.000.
“Kendalanya justru pada individu, ketika seseorang menunjukkan gejala COVID-19, kontak eratnya takut untuk memeriksakan diri (testing). Setiap orang harus mengambil peranan untuk memutus rantai dengan berpartisipasi kooperatif menerapkan 3M dan 3T”, ujar Monica.
Monica pun menambahkan, dengan 3M dan 3T sama pentingnya dan satu kesatuan, kita berupaya memutus mata rantai penularan COVID-19 dengan melindungi diri sendiri dan melindungi sesama. Saat ini 3M masih satu-satunya cara “vaksin” paling ampuh.
Masyarakat diharapkan harus konsisten dan jangan lengah untuk melakukan 3M. Bersamaan dengan itu kita semua serta masyarakat harus mendukung pelaksanaan 3T, terutama dalam hal testing, karena apabila masyarakat tidak mau melakukan testing, maka tracing tidak akan terjadi. (*)
Komentar