MAKASSAR – Bonus demografi yang diprediksi terjadi antara tahun 2025-2030, saat penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia mrncapai 70% dari total penduduk, bagaikan pisau bermata dua.
“Di satu sisi akan membawa berkah, di sisi lain akan membawa musibah,” kata Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB Sulsel, Drs. Dahlan Abubakar, M.Hum.
Hal itu ditekankan saat berbicara di depan peserta Pelatihan Fungsional Dasar (LDU) Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) bagi Petugas KB PNS Angkatan I kabupaten/kota di Aula Diklat BKKBN Sulsel, Kamis (14/9/2017).
Baca Juga :
Dalam makalahnya bertajuk “Bonus Demografi : Fenomena Kependudukan dan Dampaknya Terhadap Pembangunan Bangsa”, wartawan senior itu menyebutkan, bonus demografi, membawa berkah jika penduduk usia produktif itu memiliki pendidikan dan keterampilan sangat memadai untuk memasuki pasar kerja.
“Jika tidak memiliki pendidikan dan keterampilan sama sekali, akan berpotensi menjadi penyakit sosial, seperti menjadi begal dan pelaku tindakan kriminal lainnya,” ujarnya.
Solusinya, imbuh Dahlan, kita harus mempersiapkan penduduk usia produktif dengan gizi dan kesehatan yang baik. Selain itu perlunya pendidikan yang sangat memadai untuk memasuki pasar kerja.
“Bonus Demografi akan membuat kita repot menghadapi dampak negatifnya. Pada saat bonus demogarafi seorang penduduk usia produktif akan menanggung 0,46 penduduk tidak produktif. Dua orang produktif menanggung bahkan tidak cukup 1 orang atau 0,92 penduduk tidak produktif,” jelas Dahlan.
Ia menekankan, pengendalian penduduk merupakan solusi cerdas untuk mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas dan memiliki akses positif menghadapi persaingan kerja. Termasuk, kata dia menghadapi ekonomi pasar bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Associaton) yang saat ini sudah bergulir. (*)
Komentar