JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan penghargaan kepada Neneng Hasanah Yasin, Bupati Kabupaten Bekasi sebagai kepala daerah inovatif. Pemberian penghargaan diduga sebuah pelanggaran mal-adminsitrasi yang dilakukan oleh Kemendagri.
Pasalnya, hasil penilaian atas penghargaan tersebut tidak sesuai dengan kondisi dan fakta di lapangan. Maladministrasi dalam UU Nomor 37/2008 Tentang Ombudsman RI diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.
Termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Hal tersebut disampaikan Direktur Kaki Publik (Lembaga Kajian Informasi Publik), Adri Zulpianto, SH.
Baca Juga :
Menurutnya, penghargaan yang diberikan oleh Kemendagri kepada kepala daerah Kabupaten Bekasi merupakan sebuah mal administrasi yang mengandung unsur Deceitful practice, yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat.
“Masalahnya, kriteria penilaian untuk penghargaan Kepala Daerah Inovatif tersebut tidak sesuai dengan kondisi Kabupaten Bekasi yang bahkan pada akhir tahun 2017 sebagian besar daerahnya mendapatkan predikat sebagai daerah kumuh dan tertinggal,” ujar Adri Zulpianto, SH.
Kriteria penilaian untuk penghargaan kepala daerah inovatif tersebut diberikan pada 30 Agustus 2018 lalu di Sulawesi Selatan tersebut menilai aspek sosial budaya, investasi dan ekonomi, pelayanan masyarakat, infrastruktur dan pembangunan, tata kelola pemerintahan, dan lingkungan hidup.
Karena faktanya, pelayanan masyarakat di Kabupaten Bekasi tidak maksimal, masih ada kecamatan yang tutup pelayanan di hari Sabtu dan Minggu. Padahal Kemendagri sendiri mengintruksikan untuk membuka pelayanan di akhir pekan.
Selain itu, ada juga pelayanan kecamatan bahkan SKPD Pemkab Bekasi yang dilakukan melalui jendela, tidak melalui pintu utama kecamatan. Bahkan hal ini sempat menjadi masalah di Kabupaten Bekasi.
Belum lagi soal keterbukaan informasi di Kabupaten Bekasi yang sangat rendah. Penyebabnya, karena tingkat transparansi di Kabupaten Bekasi masih terbilang sangat minim, dari tingkat pemerintah kabupaten, hingga ke tingkat desa.
Infrastruktur di Kabupaten bekasi masih terbilang parah, jalan di sebagian besar wilayah tersebut rusak parah, berdebu bahkan sudah tidak layak dilalui karena rentan terjadi kecelakaan. Selain itu, pasar-pasar tradisional yang tidak terurus, bahkan menjadi kumuh karena tidak adanya fasilitas sampah yang memadai.
Belum lagi pada tahun 2017, terdapat 21 desa yang dinilai menjadi daerah terkumuh, sehingga menjadikan wilayah Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang tertinggal. Bahkan menjadikan Kabupaten Bekasi sebagai wilayah dengan lingkungan yang tidak layak huni.
Untuk itu, Ombudsman RI berwenang mengawasi pelayanan publik dengan menjamin penyelenggaraan pemerintah bersih, jujur dan terbebas dari KKN di dalam kepemerintahan tingkat pusat hingga ke tingkat daerah.
“Maka dari itu, Ombudsman RI harus memanggil Kemendagri yang telah diduga melakukan mal administrasi dalam pemberian penghargaan kepada kepala daerah, dan dugaan mal administrasi dalam pelayanan di kabupaten Bekasi yang dinilai melanggar peraturan pelayanan publik,” pungkasnya. (*)
Komentar