GOWA– Kebijakan vaksinasi berbayar di Indonesia kini mendapat kritikan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand, mengatakan menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.
“Penting bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin dan pembayaran apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, khususnya selama pandemi. Di saat bersama, kita membutuhkan cakupan dan jumlah vaksin bisa menjangkau semua pihak yang paling rentan,” kata Lindstrand dalam jumpa pers di Jenewa seperti dikutip situs resmi WHO, Jumat (15/7/2021).
Baca Juga :
Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Dr Mike Ryan, menyinggung situasi Covid-19 Indonesia yang tengah menghadapi lonjakan penularan virus corona dalam beberapa pekan terakhir.
Ia bahkan turut menyinggung jumlah kematian harian Covid-19 Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dan melebihi India.
“Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama sepekan terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen. Jadi tidak diragukan lagi bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi sangat sulit,” kata Ryan.
“Kita harus jauh lebih maju dengan vaksinasi dan Indonesia seharusnya memiliki lebih banyak akses ke vaksin melalui jalur inisiatif seperti COVAX. Jadi intinya, vaksinasi gratis dalam kampanye melakukan imunisasi massal terutama kaum rentan dan tenaga kesehatan adalah rencananya (Indonesia),” sambugnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia berencana membuka jalur vaksin berbayar mandiri atau Vaksinasi Gotong Royong.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di Indonesia. Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Namun, pelaksanaan yang rencananya dibuka kemarin, Senin (12/7) ditunda sementara akibat protes dari sejumlah kelompok masyarakat.(*)
Komentar