JAKARTA– Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri berhasil menyita aset senilai Rp221 miliar milik terpidana narkoba Hendra Sabarudin (HS) dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terkait dengan peredaran gelap narkotika.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama antara Bareskrim, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Badan Narkotika Nasional (BNN). Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada, menjelaskan bahwa penyelidikan bermula dari informasi tentang narapidana di Lapas Tarakan Kelas II A yang sering membuat keributan.
“Dari informasi tersebut, Bareskrim bekerja sama dengan DitjenPAS, PPATK, dan BNN untuk melakukan penyelidikan. Hasilnya menunjukkan bahwa HS masih mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia bagian tengah, terutama di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur. Meskipun berada di dalam penjara, ia tetap memiliki kendali atas jaringan narkoba,” kata Wahyu dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (18/9/2024).
Baca Juga :
Menurut Wahyu, sejak 2017 hingga 2024, HS telah mengendalikan penyelundupan sabu dari Malaysia ke Indonesia sebanyak lebih dari 7 ton. Uang dari hasil penjualan sabu tersebut kemudian dicuci dengan bantuan delapan orang tersangka lainnya.
“Delapan tersangka dengan inisial TR, MA, SY, CA, AZ, NY, RO, dan AY berperan dalam mengelola aset dan mencuci uang hasil penjualan narkoba,” ungkap Wahyu. Berdasarkan analisis PPATK, perputaran uang sindikat narkoba jaringan Malaysia-Indonesia bagian tengah ini mencapai Rp2,1 triliun selama enam tahun.
Sebagian dari uang tersebut digunakan untuk membeli aset-aset yang kini disita sebagai barang bukti TPPU, dengan total nilai mencapai Rp221 miliar. Aset-aset yang disita antara lain 21 kendaraan roda empat, 28 kendaraan roda dua, lima kendaraan laut (termasuk satu speed boat dan empat kapal), dua kendaraan ATV, 44 bidang tanah dan bangunan, dua jam tangan mewah, uang tunai Rp1,2 miliar, serta deposito senilai Rp500 juta.
Wahyu menjelaskan modus pencucian uang yang dilakukan oleh HS melalui tiga tahapan. Pertama, uang dari hasil narkoba disetor tunai atau ditransfer ke rekening atas nama para tersangka. Kedua, uang tersebut dikirim ke rekening penampung dan disalurkan ke berbagai rekening lainnya. Ketiga, uang digunakan untuk membeli aset bergerak dan tidak bergerak.
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.
Komjen Wahyu menegaskan komitmen Polri dalam memerangi kejahatan narkoba, tidak hanya dengan menangkap para pelaku, tetapi juga memiskinkan mereka melalui TPPU. “Kami akan terus mengejar aset-aset para bandar narkoba untuk melindungi generasi muda dari bahaya narkoba. Langkah ini penting mengingat Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030 dan menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Wahyu.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada PPATK, DitjenPAS, BNN, dan Kejaksaan atas kolaborasi dalam pemberantasan narkoba hingga ke akarnya. (*)
Komentar