MAKASSAR – Berbicara soal pak ogah, atau lebih dikenal dengan palimbang-limbang dalam bahasa Makassar, belum juga ada habisnya. Banyak hal yang membuat masalah ini belum juga usai dan keberadaannya kian menjamur.
Pelibatan petugas baik kepolisian, dishub, dinas sosial dianggap tidak cukup. Budaya masyarakat yang kerap memberikan uang kepada mereka juga dianggap salah satu penyebab belum hilangnya pak ogah yang notabene biang kemacetan.
Dirlantas Polda Sulsel Kombes Pol Faizal menilai keberadaan pak ogah dalam berbagai aspek. Yakni, Aspek sosial yaitu ketiadaan pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan atau penghidupan layak bagi hidupnya. Aspek budaya yaitu kebiasaan pengendara memberikan tip pada pak ogah dan
aspek hukum karena ketiadaan aturan yang dapat menghukum, pelanggaran mereka, dalam melakukan tindakan tersebut.
Baca Juga :
Lebih jauh disebutkan, modus operandi pak ogah membuat perlambatan pada jalur putaran putaran, kemudian pura pura mengatur kendaraan untuk memberikan ruang memutar secara pelan pelan karena pelaku berada di depan mobil pengendara dengan harapan akan diberikan TIP (uang). “Perbuatan tersebut mengakibatkan antrian panjang bagi kendaraan yang ingin memutar,” ungkapnya.
Kombes Pol Faizal mengaku, dengan melihat kondisi saat ini, hampir di setiap persimpangan telah di pasang Trafict Light ( Lampu pengatur lalulintas ) , dan tak mungkin semua putaranpun dipasang lampu pengatur lalu lintas. Keberadaan personil utamanya lalu lintas difokuskan pada ruas jalan dan simpang yang benar-benar sangat memerlukan petugas kepolisian sehingga tidak memungkinkan mengcover seluruh simpang dan putaran yang ada.
“Faktanya tindakan yang meresahkan dari pak ogah tersebut, banyak terjadi pada putaran putaran yang ada di pertengahan jalan padat kendaraan, yang jauh dari simpang pantauan CCTV dan Pos Polantas serta selalu berpindah-pindah,” terangnya.
Pola berpindah pindah ini, sambungnya, akibat dari pengusiran pihak kepolisian yang mengetahui melalui patroli maupun informasi dari pengendara di jalan. Sebagai mana aspek sosial diatas maka penyelesaian tidak bisa dilakukan hanya melalui tindakan pengusiran, perlu upaya komprehensif dari semua stake holder dan utamanya masyarakat yang mau menghilangkan budaya memberikan tip di jalan untuk mereka. sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan dari hulu ke hilir.
“Perlu adanya aturan hukum atas perilaku meresahkan ini terutama dalam peraturan daerah (perda). Apabila, perilaku tersebut merupakan tindakan yang dianggap pelanggaran sebelum masuk keranah pidana. Apabila tindakan meresahkan tersebut berubah menjadi tindakan pengrusakan , pengancaman , penghinaan bagi pengendara maka pengendara dapat melaporkan kepada kepolisian setempat untuk dilakukan tindakan hukum terhadap perbuatan tersebut,” katanya lagi.
Namun demikian, kata Kombes Pol Faizal, Ditlantas akan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Polrestabes Makassar dan Pemko Makassar untuk mencari solusi bersama dalam upaya mengatasi permasalahan yang dianggap meresahkan bagi masyarakat. Perlu upaya kolaborasi bersama dalam penuntasan terkait fenomena palimbang-limbang ini kedepan. (*)
Komentar