MAKASSAR – Sebelumnya praktek pinjam ‘bendera’ untuk mengikuti proses tender proyek pemerintah pengadaan Barang dan Jasa milik pemerintah dianggap lumrah dilakukan. Namun kini itu dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang bisa berujung pidana.
Pinjam perusahaan itu diendus sebagai modus perushaan nakal atau kontraktor nakal untuk memonopoli tender proyek pemerintah hingg ditingkat kabupaten
Praktek pinjam perusahaan sebagai pelanggaran terkuak dalam Focus Group Discussion (FGD) Risiko Penyimpangan dan Pengadaan Barang dan Jasa dari Perspektif Persaingan Usaha, di kantor KPPU Makassar, Senin (29/11/2022).
Baca Juga :
Seperti yang disampaikan Achmad Zikrullah Kepala Bagian Manajemen Pengadaan Kementerian Keuangan (RI) meski memakai perusahaan lain untuk ikut pengadaan barang dan jasa pemerintah dianggap lazim dan lumrah dilakukan atau juga disebut makelar proyek, arisan proyek dan sejenisnya tapi itu saat ini sudah bisa kena pidana dan berpotensi pelanggaran hukum.
Menurut Achmad Zikrullah, pinjam bendera perusahaan tersebut sudah melanggar beberapa prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
” Termaksud untuk tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan memberi dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa, semua yang terlibat harus mematuhu etika, “kata Achmad mengurai peraturan undang-undang tersebut.
Modus pinjam perusahaan terjadi karena masing-masing perusahaan atau kontraktor adalah perusahaan terafiliasi atau dikendalikan oleh seseorang yang menjadi beneficial ownership. Atau modus ini dilakukan untuk mengetahui pelaksana lelang proyek karena perusahaannya sendiri sudah dikenal namanya memenangi tender proyek pemerintah. Dapat juga terjadi karena peserta tender tak memenuhi syarat jumlah, sehingga dipakai nama perusahaan lain sekadar memenuhi persyaratan.
Sementara Hilman Pujana, Kepala Kantor Wilayah VI KPPU Makassar, menambahkan, memakai bendera perusahaan juga berisiko dari sisi perusahaan yang meminjamkan perusahaannya untuk mengikuti tender.
Dimana saat perusahaan meminjamkan, ia sama saja menyerahkan sepenuhnya perusahaan kepada orang lain dan siap menerima segala resiko kedepannya.
” Kalau proses proyeknya berjalan dengan lancar tidak ada kendala di dalam proyek ya dia bisa merasa aman, nah lain soal kalau misal sampai ada kendala dalam proyek tersebut, kena blacklist misalnya sampai tidak bisa berusaha tentunya akan punya efek kepada si pemilik perusahaannya, belum kalau nanti ada indikasi tipikornya (tindak pidana korupsi), pertanggungjawabannya bisa menyeret perusahaan yang dipinjam tersebu, “ujar Hilman.
Hadir dalam kegiatan, Kepala Kantor Wilayah VI KPPU Makassar, Hilman Pujana, Achmad Zikrullah Kepala Bagian Manajemen Pengadaan Kementerian Keuangan (RI) dan Febri Kamalisa Rachman Analis Kebijakan Muda Direktorat Penanganan Permasalahan Hukum LKPP. (*)
Komentar