MENTERI Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan wacana untuk mengimpor rektor asing bertujuan agar PTN RI bisa menembus 100 besar peringkat dunia seperti yang dilakukan oleh Singapura. Rencana ini menimbulkan pro kontra, salah satunya dari pengamat pendidikan dari Dompet Dhuafa Pendidikan, Aza El Munadiyan. Menurut Aza, Menristek salah dalam memberikan obat dalam meningkatkan peringkat PTN Indonesia di dunia.
“ Menristek ini salah obat jika peningkatan kualitas perguruan tinggi yang berujung pada peningkatan peringkat universitas di dunia hanya mengacu pada sosok rektor. Namun bisa diterima jika rektor menjadi pemicu perbaikan dalam konsep kepemimpinan organisasi. Serta rektor asing sebagai branding dari perguruan tinggi di Indonesia. Namun jika berharap bahwa rektor mampu melakukan revolusi kualitas sepertinya pak menteri harus bangun dari tidur siangnya,” sebut Aza.
“Berdasarkan acuan lembaga yang dirujuk oleh Menristek yaitu QS World University Rank, Time Higher Education dan dari Shanghai Jiao Tong University (SJTU). Menristekdikti seperti mengesampingkan indikator-indikatornya yaitu reputasi akademik, kualitas dosen, kualitas riset dan dampak hasil penelitian, jumlah kutipan penelitian, jumlah penghargaan nobel yang diterima oleh staf dan alumni. Dari indikator ini saja kita sudah bisa memahami bahwa seharusnya Menristekdikti bukan mengimpor rektor namun harus menambah jumlah dana riset, membangun relasi antara dunia industri dan kampus, meningkatkan kualitas dosen,”papar Aza.
Baca Juga :
“ Alokasi anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 492,5 triliun pada 2019 dan untuk riset hanya sebesar Rp 35,7 triliun. Jumlah ini setara dengan 0,24 persen dari Penerimaan Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2018 sebesar Rp 14.837,4 trilliun. Jika dibandingkan dengan Singapura yang mengalokasikan investasi riset mencapai 2 persen dari PDBnya, maka persentase dan nominalnya sangat kecil. Wacana Menristekdikti ini bisa jika tidak hati-hati akan terjadi malpraktik pendidikan tinggi Indonesia akibat masalah pendidikan tidak diberikan obat yang tepat. Apalagi mendekati akhir masa jabatan, nuansa politis bisa masuk misalnya agar Menristek bisa dipilih kembali oleh Presiden Jokowi di periode mendatang. Tentu ini sebuah langkah yang perlu diperhatikan seksama,” tutup Aza.
Sebagai informasi, pada 2019, QS World University Ranking merilis peringkat. Hasilnya, UI berada di peringkat ke-296 dunia, UGM di peringkat ke-320 dunia, ITB berada di peringkat ke-331 dunia. Terjadi penurunan peringkat dari tahun 2018 dimana UI di posisi 277, ITB tetap pada posisi 331 dan UGM meningkatn dari peringkat 401-410 dunia. (*)
Komentar