Logo Lintasterkini

Diduga Kasus Penipuan Rp1 Miliar

Eks Bendahara Brimob Polda Sulsel Dituntut 3 Tahun 10 Bulan Penjara

Muh Syukri
Muh Syukri

Rabu, 22 April 2020 21:32

Jaksa Penuntut Umum, Ridwan Sahputra
Jaksa Penuntut Umum, Ridwan Sahputra

MAKASSAR – Mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro dituntut 3 tahun 10 bulan penjara atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang senilai Rp1 miliar. Tuntutan dibacakan, Jaksa Penuntut Umum, Ridwan Sahputra, di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (22/4/2020).

Dalam tuntutannya yang lain di muka persidangan, Ridwan Sahputra juga meminta kepada majelis hakim agar Iptu Yusuf segera dimasukkan ke dalam Rumah Tahanan (Rutan) Makassar.

“Dalam tuntutan, kita minta ke Majelis Hakim agar terdakwa dimasukkan dalam sel tahanan atau Rutan Makassar,” kata Ridwan Sahputra, seusai sidang.

Ridwan Sahputra menjelaskan, tuntutan terhadap Iptu Yusuf sesuai dengan dakwaan Pasal 378 KUHP. “Tuntutanya 3 tahun 10 bulan penjara, sesuai dengan Pasal 378 KUHP,” jelasnya.

Selanjutnya, sidang dengan majelis hakim, diketuai, Zulkifli didampingi Heyneng dan Suratno akan digelar tiga pekan ke depan, 13 Mei 2020. Dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan terdakwa.

Menanggapi tuntutan itu, korban A Wijaya, ditemui usai persidangan, mengapresiasi kinerja Jaksa Penuntut Umum yang akhirnya memberikan tuntutan maksimal kepada Iptu Yusuf.

“Sejak awal memang kita minta Jaksa memberikan tuntutan yang berat kepada terdakwa, sehingga nantinya Majelis Hakim akan menjatuhkan hukuman yang berat pula kepada terdakwa,” jelasnya.

A Wijaya mengakui, tuntutan hingga penjatuhan vonis berat nantinya, itu cukup beralasan, karena dana Rp1 miliar yang diambil terdakwa jika dilihat dari sisi kualitas nilai ekonomi memang sangat besar sekali.

Apalagi, terdakwa sama sekali tidak pernah mengembalikan uang itu dan juga dalam memberikan keterangan, terdakwa terkesan menyembunyikan fakta sebenarnya dari modus penipuan yang dilakukannya alias berbohong di persidangan.

“Tuntutan Jaksa 3 tahun 10 bulan penjara disertai perintah masuk penjara itu, telah menunjukkan proses penegakan hukum dalam persidangan sangat tersentuh rasa keadilan bagi kami sebagai korban,” ujarnya.

A Wijaya mengungkapkan, terdakwa Iptu Yusuf tak kunjung mengembalikan uang pinjaman itu, hingga batas tempo yang dijanjikan. Terdakwa malah belakangan terus menghindar dengan memutuskan komunikasi. “Itikad baiknya hingga saat ini memang sudah tak ada,” terang A Wijaya.

Atas perbuatan terdakwa, selain menanggung kerugian besar, korban juga malu dengan keluarganya khususnya tantenya yang meminjamkan uang kepadanya.

“Uang yang saya berikan ke terdakwa itu, uangnya tante dari hasil gadai sertifikat rumah di bank. Jadi karena perbuatan terdakwa, saya harus menanggung beban membayar kredit di bank,” bebernya.

A Wijaya berharap Majelis Hakim nantinya bisa menghukum terdakwa dengan hukuman maksimal agar kedepannya, terdakwa tak lagi mengulangi perbuatannya.

[NEXT]

“Saya hanya minta keadilan kepada Majelis Hakim nanti agar terdakwa yang notabene seorang penegak hukum bisa diganjar dengan hukuman berat, karena dia telah menipu kami masyarakat kecil begini. Apalagi, Jaksa juga sudah memberikan tuntutan maksimal, karena dalam fakta sidang unsur perbuatan pidana yang dituduhkan ke terdakwa itu sudah terpenuhi sempurna,” jelasnya.

Sebelumnya, pada sidang agenda pemeriksaan terdakwa tepatnya 8 April 2020 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai berhasil membuktikan terpenuhinya unsur-unsur pokok delik pasal yang didakwakan kepada terdakwa yakni pasal 378 KUHPidana tentang dugaan penipuan.

Dimana di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Zulkifli dan dua Hakim anggota, yakni Heyneng dan Suratno, terdakwa memberikan jawaban atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ridwan Sahputra yang dinilai mendukung terpenuhinya unsur-unsur pokok dalam pasal dugaan tindak pidana penipuan, yaitu tentang adanya unsur rentetan kebohongan.

Diantaranya keterangan terdakwa saat menanggapi pertanyaan JPU tentang tujuan dirinya meminta bantuan pinjaman uang senilai Rp1 miliar kepada korban, A Wijaya saat itu.

Terdakwa menyangkali sejumlah keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa tujuan ia meminjam uang ke korban adalah untuk membayar tunggakan dana Tunjangan Kinerja (Tukin) personil Brimob Polda Sulsel yang saat itu mendekat akan jatuh tempo.

“Itu tidak benar. Kalau memang itu ada silahkan tunjukkan bukti tertulis karena soal pembayaran tukin di internal Kepolisian seluruh Indonesia itu, dibayarkan setiap tanggal 18 bulan berjalan sementara pinjaman saya terjadi 25 Mei 2018,” kata terdakwa, Iptu Yusuf.

Menurutnya, peminjaman uang kepada korban untuk keperluan mantan atasannya, Kombes Pol Totok Lisdiarto saat itu.

“Pak Kombes Pol Totok meminta bantuan pinjaman uang. Saya lalu pinjam ke A Wijaya karena Kombes Totok itu selain mantan pimpinan juga kami sangat akrab,” terang terdakwa, Iptu Yusuf.

Jawaban terdakwa itu, pun langsung ditanggapi JPU dengan memperlihatkan bukti obrolan antara terdakwa dan korban via WhatsApp di hadapan Majelis Hakim. Alhasil setelah diperlihatkan bukti obrolan itu, terdakwa tampak diam dan tak bisa mengelak serta keteteran dlm menjawab beberapa pertayaan dari Majelis Hakim.

Dalam bukti obrolan antara terdakwa dan korban yang diperlihatkan JPU tertulis dengan jelas alasan terdakwa meminta bantuan korban untuk dipinjamkan uang senilai Rp1 miliar, yakni untuk keperluan pembayaran tunggakan dana Tunjangan Kinerja (Tukin) personil atau untuk keperluan internal Brimob Polda Sulsel yang mendekati itu akan jatuh tempo dan berjanji mengembalikan satu pekan setelah uang cair dari kas negara masuk ke rekening bendahara satuan brimob Polda Sulsel.

Tak sampai di situ, keterangan terdakwa lainnya yang dinilai JPU masuk dalam unsur rentetan kebohongan, yakni keterangan terdakwa yang membantah keterangan saksi korban yang menyatakan bahwa terdakwa mengaku belum bisa mengembalikan uang korban yang ia pinjam sesuai yang dijanjikan tepatnya tanggal 1 Juni 2018, karena sudah nego dengan KPPN II Makassar, sebab aturannya dana belanja pegawai di bayarkan di hari kerja bulan berjalan tidak dapat cair.

[NEXT]

Dimana sebelumnya menurut keterangan saksi korban dan bukti percakapan antara terdakwa dengan korban, tertulis bahwa terdakwa telah menemui KPPN II Makassar sekaligus bernegosiasi terkait aturan dana belanja pegawai yang dibayarkan di hari kerja bulan berjalan yang ternyata dana masuk di rekening bendahara nanti Senin tanggal 4 Juni, karena Jumat sampai Minggu KPPN libur.

“Itu tidak benar. Tidak ada kaitannya dengan KPPN. Percakapan saya ke korban saat itu bahwa saya coba nego dengan rekanan,” kata terdakwa, Iptu Yusuf.

Meski sempat berkilah, terdakwa akhirnya tak berkutik saat JPU dan Majelis Hakim memperlihatkan bukti obrolan terdakwa dan salah satu Majelis Hakim bertanya apa maksud dana belanja pegawai???

Dimana dalam bukti obrolan tersebut dengan jelas tertulis bahwa terdakwa memang pernah mengatakan ke korban via WhatsApp jika kendala pengembalian uang korban, karena KPPN tidak bisa memproses kepentingan terdakwa.

Adapun dana belanja pegawai yang dimaksud dalam bukti percakapan antara terdakwa dengan korban via WhatsApp yang diperlihatkan Majelis Hakim, kata terdakwa, itu yang dimaksud adalah pegawai Brimob Polda Sulsel.

Tak hanya membuktikan adanya unsur rentetan kebohongan, JPU juga dinilai mampu membuat terdakwa berterus terang menyebut adanya dugaan keterlibatan pihak lain dalam skandal ‘penipuan’ senilai Rp1 miliar tersebut.

Dimana sejak awal sidang agenda pemeriksaan terdakwa berjalan, terdakwa terus menyebut nama mantan atasannya, Kombes Pol Totok Lisdiarto.

Terdakwa mengaku bahwa uang yang ia pinjam dari korban A Wijaya, diberikan kepada perwira berpangkat tiga bunga itu. Meski kepada korbannya, terdakwa sebelumnya beralasan jika tujuan meminjam uang ke korban guna kebutuhan menutupi tunggakan uang Tunjangan Kinerja (Tukin) personil atau kepentingan internal Brimob Polda Sulsel sebagaimana keterangan saksi-saksi di hadapan persidangan sebelumnya serta adanya bukti obrolan terdakwa dengan korban via WhatsApp yang telah dijadikan JPU sebagai bagian dari alat bukti.

Setelah korban memberikan uang senilai Rp1 miliar sesuai permintaan terdakwa, uang itu kemudian diberikan kepada Totok untuk digunakan berbisnis tanah.

“Setelah uang ditransfer, saya lalu berikan ke Kombes Pol Totok. Memang sejak awal dia sering meminta tolong. Dia mantan atasan kami dan sangat akrab dengan kami,” ungkap Iptu Yusuf menanggapi pertanyaan Majelis Hakim yang turut mempertanyakan ke mana rimbanya uang yang didapatkan terdakwa dari korban.

Meski sejak awal terdakwa kerap menjelaskan keterlibatan Totok hingga mengaku bahwa uang yang dipinjam dari korban telah diberikan ke mantan atasannya itu, terdakwa tampak memasang badan jika semua kesalahan yang terjadi akibat perbuatannya sendiri.

“Kesalahan ini perbuatan saya Majelis,” jawab Yusuf saat itu menanggapi pertanyaan Majelis Hakim tentang siapa yang punya perbuatan sehingga menimbulkan kerugian bagi korban.

Pada fakta persidangan juga terungkap kalau dana Rp1 miliar itu, sempat diendapkan selama tiga hari di rekening pribadi Iptu Yusuf, baru diserahkan ke Totok.

Hal ini diakui Iptu Yusuf menjawab pertanyaan Majelis Hakim prosedur aliran dana pinjaman itu, usai meminjam dari korban hingga ke tangan Totok.

“Bertambah ndak, saldo uang di rekeningmu dari dana yang kau endapkan selama tiga hari?,” ujar Majelis Hakim

Dijawab Iptu Yusuf, “tidak ada yang mulia,” akunya.

Namun, Majelis Hakim lalu melanjutkan “Masa kamu tidak ada keuntungan dari dana sebesar Rp1 miliar yang diendapkan itu,” katanya.

Lalu dijawab Iptu Yusuf “benar yang mulia ada yang saya dapatkan dari dana yang diendapkan itu.”

[NEXT]

Setelah agenda sidang pemeriksaan terdakwa usai dilaksanakan, Majelis Hakim lalu menutup persidangan dan mengagendakan ulang tahapan sidang berikutnya dua pekan mendatang.

“Pembacaan tuntutan nanti tanggal 22 April 2019 yah. Ok sidang kita tutup dengan resmi dan akan dibuka kembali pada dua pekan mendatang,” ucap Zulkifli, Ketua Majelis Hakim perkara pidana dugaan penipuan dan penggelapan yang mendudukkan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro di kursi pesakitan saat menutup sidang.

Sekadar diketahui, dalam perkara dugaan pidana penipuan bernomor 115/Pid.B/2020/PN Mks, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya mendakwa mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel, Yusuf Purwantoro dengan ancaman Pasal 378 KUHPidana yang ancaman pidananya maksimal 4 tahun penjara.

Polisi berpangkat Inspektur Polisi Satu itu, terjerat perkara dugaan penipuan saat ia menemui korbannya, A Wijaya di Kabupaten Sidrap, 25 Mei 2018 lalu, untuk meminta tolong dipinjamkan uang sebesar Rp1 miliar dengan alasan ingin membayar uang Tunjangan Kinerja (Tukin) seluruh personil Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya telah ia gunakan guna kebutuhan lain.

Karena mengingat terdakwa merupakan kawan sekolahnya dulu, korban pun memberikan bantuan dana sesuai yang diminta terdakwa melalui via transfer. (**/adv)

Penulis : Renaldi

 Komentar

 Terbaru

News29 November 2024 23:10
Frederik Kalalembang Temui Kapolda Sulsel, Soroti PT Masmindo dan Apresiasi Keamanan Pilkada
MAKASSAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, mengadakan pertemuan dengan Kapolda Sulawesi Selatan, ...
News29 November 2024 20:45
Bumi Karsa Tuntaskan Penanaman 5.500 Pohon di Sulawesi, Jawa hingga Sumatera
MAKASSAR – Bumi Karsa kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Penanaman 5.500 pohon telah dilakukan pada berbagai pro...
Ekonomi & Bisnis29 November 2024 20:39
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, OJK Sulselbar-BPS Kembali Gelar SNLIK 2025
MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulsel Sulbar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel dan BPS Provinsi Sulbar ke...
News29 November 2024 14:04
PPDB Sekolah Islam Athirah Dibuka Mulai 1 Desember 2024
MAKASSAR – Sekolah Islam Athirah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 mulai 1 Desember 2024. Total kuota yang dis...